rofiqoh blog
blog ini dibuat untuk bisa dimanfaatkan bagi orang pencari ilmu
Senin, 22 April 2019
Selasa, 11 Desember 2018
Minggu, 21 Oktober 2018
A1. KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN (QS.ALI-IMRAN, 3:18)
KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN
DALAM AL-QUR’AN SURAT ALI IMRAN 3:18
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu:
Muhammad Hufron, MSI
Disusun Oleh:
Mualifatul Lutfiani (2021116045)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang "Kedudukan ilmu pengetahuan ". Sholawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran
agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam
semesta.
Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas mata kuliah tafsir Tarbawi. Disamping
itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
selama pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini
kedepannya. Terima kasih.
Pekalongan, 30
Agustus 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa
arab, masdar dari alima-ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa
inggris ilmu biasanya dipandang dengan kata science, sedangkan pengetahuan
dengan knowledge. Dalam bahasa indonesia kata science umumnya diartikan ilmu
tapi sering juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan, meskipun secara konseptual
mengacu pada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian ilmu adalah
pengetahuan tentang suatu bidangyang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang (pengetahuan)
Ilmu
menempatkan kedudukan yang sangan penting dalam ajaran islam, hal ini terlihat
dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang yang berilmu dalam posisi
yang tinggi dan mulia disamping hadist-hadist nabi yang banyak memberikan
dorongan bagi umat untuk terus menuntut ilmu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori tentang ilmu pengetahuan dan
sains dalam kesaksian Allah SWT.
2. Apa dalil orang yang berilmu dalam kesaksian
Allah SWT.
3. Bagaimana kedudukan ilmu pengetahuan dalam
kehidupan.
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui teori tentang ilmu
pengetahuan dan sains dalam kesaksian
Allah SWT.
2. Untuk mengetahui dalil orang yang berilmu
dalam kesaksian Allah SWT.
3. Untuk mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan
dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Teori
llmu Pengetahuan dan Sains dalam Kesaksian Allah
Arti ilmu : Ilmu sudah menjadi kata indonesia sehari-hari dalam
bahasa jawa juga dikenal dengan istilah ngelmu. Keduanya Berasal dari kata yang
sama, ngelmu kata yang berasal dari bahasa arab dalam pengertian sehari-hari,
yang pertama berkaitan dengan pengetahuan efinisikan sebagai jenis pengetahuan
tapi bukan sembarang pengetahuan melainkan pengetahuan yang diperoleh dengan
cara-cara berdasarkan kesepakatan diantara para ilmuan, ilmu ini pada umumnya
dibagi menjadi 3 bidang yaitu : ilmu-ilmu pasti, ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial
dan humaniora. Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan. Di dalam agama islam
ilmu menempati kedudukan yang sangat penting
hal ini terlihat bahwa Al Qur’an yang memandang orang yang berilmu dalam
posisi yang tinggi dan mulia disamping hadis-hadis nabi yang memberi dorongan
bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Mempelajari ilmu telah meningkatkan pengetahuan dan penelitian yang
menyebabkan tumbuhnya berbagai cabang ilmu pengetahuan, dan telah mengungkapkan
berbagai aspek dari jagad raya. Namun semua ilmu pengetahuan itu disatukan
dengan sempurna melalui pengamatan terhadap alam semesta yang diciptakan dan
dikendalikan oleh maha pencipta Allah SWT, berbagai hasilnya dalam berbagai
ragam bentuk contohnya kosmologi dan kosmografi sampai ilmu kimia. Ilmu-ilmu
tersebut menghubungkan pada mata rantai ilmu pengetahuan dan sains dengan berbagai macam ilmu dikembangkan tanpa
menganggu keutuhannya, Al Qur’an menunjukan proses dasar pembentukan alam
semesta dalam jagad raya sebagai hasilnya.[1]
Kata sains dan berbagai turunya
sering digunakan dalam Al-Qur’an dalam arti umum(knowledge) termasuk makna
sains alam dan kemanusiaan.
Dan mereka bertemu
seorang hamba diantara hamba-hamba kami, yang telah kami berikan kepadanya
rahmat dari sisi kami, dan yang telah kamiajarkan kepadanya ilmu dari sisi
kami.
Dengan demikian dalam pandangan
islam menuntut ilmu adalah suatu pencarian religius yang wajib dilakukan setiap
muslim yang pada hakikatnya hal ini adalah keperluan manusia untuk
menyelaraskan dan keseimbangan dalam menjalankan kehidupan. Dari berbagai ayat
Al-Qur’an dan hadist diatas secara tegas menunjukan bahwa menuntut ilmu dalam
pengetahuan pandangan islam bukan hanya ditunjukan pada ilmu agama.hal ini
ditunjukan oleh ungkapan “negeri cina” cina tentunya bukan tempat yang tepat
untuk mempelajari ajaran-ajaran islam mengingat tingkat kesulitanya yang
tinggi untuk mencapai kenegri cina,
memerlukan perjuangan yang berat.[2]
Cinta tanah air adalah bagian dari iman berbunyi “Hubb al-wathan mina al-iman” menunjukan Cinta tanah.
Islam pernah mencatat pencapaian
sains yang ditandai oleh perkembangan tradisi intelektual dan kekuatan spirit
ilmu pengetahuan yang didasari oleh filsafat ketauhidan dan ajaran dal Al
Qur’an yang dibawa oleh muhammad saw hingga mencapai kejayaan sains sampai abad
pertengahan. Nilai kegunaan ilmu hanya dapat diartikan bagi pencapaian tujuan
hidup. Sedangkan pengetahuan dibutuhkan oleh manusia untuk memecahkan setiap
persoalan yang muncul disetiap kehidupan manusia untuk mencapai tujuan hidup.
Dalam Al-Qur’an banyak firman yang
mengutamakan ilmu pengetahuan dan sains dan memberikan kedudukan yang tinggi
kepada orang-orang yang berilmu pengetahuan. Yang artinya”Allah mengangkat
orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan diantara kamu dan beberapa
derajat.[3]
1.
Q.S Ali Imran
,3:18
شهدالله انه لا ا له ا لا هو و الملعكة واولوا العلم
قا عما با اقسط لا اله ا لا هؤ الحزيزالحكيم (18)
Artinya
:
“Allah
menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain dia: demikian pula para malaikat dan
orang yang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain dia, yang
maha perkasa, maha bijaksana. Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu”
kandungan
Ayat:
Al
Qur’an berusaha mengangkat derajat manusia pada kedudukan yang tinggi dengan
memberikan kemampuan kepadanya untuk melihat dan memahami tanda-tanda yang
benar dari kebesaran Allah, kemudian memantulkan kembali atas kebesaran dan
kemahakuasaanya.
TAFSIR AYAT
Ø Allah bersaksi, bahwa tidak
ada tuhan kecuali dia, dan para malaikat serta orang-orang berilmu berdiri
dengan adil.
Yaitu
Allah menerangkan keesaan-Nya dengan mengemukakan bukti-bukti alam fisik yang
ada dicakrawala dan diri manusia sendir, disamping menurunkan ayat-ayat yang
berisi firman-firman Allah untuk mengemukaan keesaan-Nya itu. Dan para malaikat
memberikan kabar hal ini kepada rosul serta mereka bersaksi dengan kesaksian
yang dikuatkan oleh ilmu yang berasal dari waahyu atau ilham, dan ilmu itu pada
para nabi lebih kuat dari pada keyakinan-keyakinan lain. Dan orang-orang yang
berilmu mengabarkan keesaan Allah, menjelaskan dan bersaksi dengan kesaksian
yang berdasarkan bukti dan adil. Karena orang yang mengetahui sesuatu tidaklah
terlepas dari dasar dalil.
firmanya “dengan adil” maksudnya
ialah adil dalam keyakinan. Allah telah menetapkan hukum-hukum ciptaanya berdiri
pada prinsip keadilan. Barang siapa yang memperhatikan hukum dan seluruh sistem
yang begitu rumit pada alam ciptaanya, maka akan jelas baginya keadilan Allah
dalam bentuk yang amat sempurna dan paling jekas. Maka tegakan Allah dengan
keadilan pada setiap ciptaannya menjadi bukti atas kebenaran kesaksianya.nya
bahwa kesatuan sistem diseluruh alam ini menunjukan keesaan penciptaanya.
Kemudian Allah menegaskan bahwa dia semata yang tunggal dalam ketuhananya dan
tegak pada keadilan, dengan firman-Nya.
Ø tidak ada tuhan kecuali dia, Maha perkasa lagi Maha bijaksana.
Keperkasaan
menunjukan kesanggupan yang sempurna. Dan kebijaksanaan menisyaratkan
pengetahuan yang sempurna. Sedangkan kesanggupan tidak akan terwujud dengan
baik kalau tidak memiliki kemandirian dan kebebasa. Sedangkan keadilan tidak
akan terwujud dengan sempurna kalau tidak mengerti segala kepentingan dan
keadilan yang meliputinya. Barang siapa yang memiliki sifat seperti ini, tentu
tidak ada sesuatupunyang dapat mengalahkannya dalam menegagkan huku-hukum
keadilan, dan juga tidak akan menyimpang dalam menciptakan sesuatu dari
pengetahuan yang tepat.[4]
Allah telah menjelaskan bahwa tiada
tuhan selain dia.dengan segala ciptaanya ini pada langit dan bumi, pada lautan
dan daratan, pada tumbuh-tumbuhan dan binatang dan segala alam semesta, Allah
telah menjelaskan bahwa hanya dia yang mengatur. Maka segala yang ada ini
adalah penjelasan atau keesaan Allah dari Allah, menunjukan bahwa tiada tuhan
melainkan Allah. “Demikianpun malaikat” dalam keadaan mereka yang ghaib itu
semuanya telah menyaksikan, telah memberikan syahadah bahwa tidak ada tuhan
melainkan Allah,. Sebab malaikat adalah sesuatu kekuatan yang telah
diperintahkan oleh tuhan melaksanakan perintahnya, taat dan patuh mereka menjalani
perintah itu.kita tidak dapat melihat malaikat dalam bentuk rupa yang asli,
tetapi kita dapat merasakan adanya. Diatara malaikat itu ialah jibril yang
diperintahkan tuhan menyampaikan wahyu kepada nabi muhammad SAW dan wahyu itu
telah tercatat menjadi Al-Qur’an dan Al Qur’an telah terkumpul menjadi mushhaf.
Oleh sebab itu didalam tangan kita
sendiri kita telah mendapat salah satu bekas shahadah dari malaikat. “Dan
orang-orang yang berilmu”pun telah menyampaikan syahadahnya pula, bahwa tidak
ada tuhan melainkan Allah. Bertambah mendalami ilmu bertambah pula menjadi
kesaksian dia bahwa alam ini ada bertuhan dan tuhan itu hanya satu, yaitu Allah
dan tidak ada tuhan yang lain, sebab yang lain adalah makhluk belaka. “bahwa
dia berdiri dengan keadilan” yakni setelah Allah menyaksikan dengan
qodrat-iradatny, dan malaikat menyaksikan dengan ketaatnya, dan manusia yang
berilmu menyaksikan dengan menyelidikan akal bahwa tidak ada tuhan melainkan
Allah, maka timbul pula kesaksikan Allah berdiri dengan keadilan. Bahwa tuhan
pencipta Alam dengan perseimbangan dan tuhan menurunkan perintahnya dengan
adil, serta seimbang.
Imam Ghazali didalam kitab Al-llmi dan didalam kitabnya “Ihya
Ulumudin” telah memahkotai karangannya itu ketika memuji martabat ilmu bahwa
ahli ilmu yang sejati telah diangkat tuhan, yaitu dengan tuhan dan dekat dengan
Allah. Pada dua nama, Aziz dan hakim, gagah dan bijaksana, terdapat lagi
keadilan tuhan Allah itu gagah perkasa, hukumnya keras tangguh dan penuh
kedisiplinan tetapi dengan kegagahan itu
di imbangi dengan sifatnya yang lain: yaitu bijaksana. Sehingga Allah tidak
pernah berlaku sewenang-wenang karena kegagahan
perkasaanya dan tidak pernah pula bersikap lemah karena kebijaksanaanya.
Diantara gagah dan bijaksana itulah terletak keadilan.[5]
Persaksian paling mulia yang bersumber dari
raja yang maha agung dan dari para malaikat serta orang-orang yang berilmu,
atas suatu perkara yang paling mulia yang disaksikan oleh pengesaan Allah dan
penegakannya akan keadilan. Hal itu mengandung persaksian atas syariat atas
ajaran dasar dan pondansi adalah tauhidullah dan pengesaannya dengan
ibadah dan pengakuan akan keesaannya dalam sifat-sifat keagungan, kesombongan
kesabaran, keperkasaan dan kemuliaan. Juga dengan sifat dermawan, kebajikan,
kasih sayang dan perbuatan baik dan keindahan
dengan kesempurnaanya yang mutlak yang tidak dapat dihitung oleh
seseorang baik dari makhluk untuk melihat sedikit pun maupun dari mereka
mencapainya dari mereka sampai kesanjungannya.[6]
B.Dalil orang
yang berilmu dalam keesaan Allah
طلب العلم فر يضة علي كل مسلم
Artinya :” menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”
Allah menjelaskan tentang wahdaniyat Allah, dengan menegakkan
bukti-bukti kejadian yang berada dicakrawala luas, dalam diri orang yang
berilmu yang mencerminkan hal tersebut, para malaikat memberitahukan tentang
para rosul untuk mensaksikan dengan kesaksian yang diperkuat ilmu, orang-orang
yang berilmu telah memberitakan tentang kesaksian ini, dan menjelaskan dengan
keesan Allah SWT yang disertai dalil dan bukt. Sebab orang yang mengetahui
sesama tidak membutuhkan hujjah lagi dan mengakuinya.
Makna Al –Qisu
artinya dengan keadilan dalam akidah, ketahuidan hal ibadah dan akhlak dan amal
adalah adanya keseimbangan antara kekuatan rohaniyah dan jasmaniyah.
Keesan Allah SWT yang berdasarkan keadilan semuanya
merupakan bukti kebenaran kesaksianya. Sebab adanya kesatuan dan persatuan tantanan sistem alam semesta ini menunjukan
kesatuan penciptanya.
Kemudian Allah SWT
mengukuhkan dirinya yang menyendiri dengan sifat wahdaaniyah dan menciptakan dengan keadilan melalui
firmannya.
لا اله هو العزيز الحكيم
Sifat perkasa mengisyaratkan pada kesempurnaan kekuasaan dan sifat
bijaksanaan mengisyarakatkan adanya kesempurnaan ilmu pengetahuan.[7]
C.Kedudukan ilmu pengetahuan dalam
kehidupan
a)
Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu
pengetahuan.
b)
Iman akan
mengangkat derajat ilmu, demikian juga ilmu akan mengangkat derajat iman.
c)
Orang yang
berilmu akan diberikan Allah kedudukan yang mulia.
d)
Allah menegakan
keadilan
e)
Dan Allah
meninggikan orang-orang yang berilmu diantara mereka, khususnya derajat-derajat
dalam kemuliaan dan ketinggian dalam kedudukan.
[1] Afzalur Rahman, Al-Qur’an sumber ilmu pengetahuan,(jakarta,PT Rineka
Cipta, 2000),hlm.8
[2] Hasan Basri jumin, Sains dan teknologi dalam islam, (jakarta, PT Raja
grafindo persada,2012),hlm.13
[3] Heri Setiawan,M.Hum, Pengantar studi ilmu islam,(Bandung,Pustaka
Kasidah Cinta,2011),hlm.139
[4] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi,(yogyakarta, sumber ilmu,
1986),hlm.151-153
[5] Prof.Dr.hamka, Al-Azhar,
(jakarta:pustaka panjimas,1983),hlm.128-130
[6] Syaikh Abdurohman,Tafsir ALQur’an,(jakarta,Dar Ibn Al
jauzi,2016).hlm.417
[7]Bahrun Abu bakar,AlTafsir(Semarang,PT karya Toha
Putra,1992)Hlm.206-207.
TAFSIR TARBAWI
HASIL PERKULIAHAN
MATA KULIAH TAFSIR TARBAWI A1-A4
Disusun guna Memenuhi Tugas Ulangan Tengah
Semester
Mata Kuliah : Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu : M. Hufron, M.S.I
Disusun Oleh :
Siti Aminah (2117233)
KELAS C
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
A. KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN
A1 . Kesaksian
Allah (QS.Ali-Imran, 3:18)
a.
Teori llmu
Pengetahuan dan Sains dalam Kesaksian Allah
Arti ilmu :
Ilmu sudah menjadi kata indonesia sehari-hari dalam bahasa jawa juga dikenal
dengan istilah ngelmu. Keduanya Berasal dari kata yang sama, ngelmu kata yang
berasal dari bahasa arab dalam pengertian sehari-hari, yang pertama berkaitan
dengan pengetahuan efinisikan sebagai jenis pengetahuan tapi bukan sembarang
pengetahuan melainkan pengetahuan yang diperoleh dengan cara-cara berdasarkan
kesepakatan diantara para ilmuan, ilmu ini pada umumnya dibagi menjadi 3 bidang
yaitu : ilmu-ilmu pasti, ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang pengetahuan. Di dalam agama islam ilmu menempati kedudukan
yang sangat penting hal ini terlihat
bahwa Al Qur’an yang memandang orang yang berilmu dalam posisi yang tinggi dan
mulia disamping hadis-hadis nabi yang memberi dorongan bagi umatnya untuk terus
menuntut ilmu. Mempelajari ilmu telah
meningkatkan pengetahuan dan penelitian yang menyebabkan tumbuhnya berbagai
cabang ilmu pengetahuan, dan telah mengungkapkan berbagai aspek dari jagad
raya. Namun semua ilmu pengetahuan itu disatukan dengan sempurna melalui
pengamatan terhadap alam semesta yang diciptakan dan dikendalikan oleh maha
pencipta Allah SWT, berbagai hasilnya dalam berbagai ragam bentuk contohnya
kosmologi dan kosmografi sampai ilmu kimia. Ilmu-ilmu tersebut menghubungkan
pada mata rantai ilmu pengetahuan dan sains dengan berbagai macam ilmu dikembangkan tanpa
menganggu keutuhannya, Al Qur’an menunjukan proses dasar pembentukan alam
semesta dalam jagad raya sebagai hasilnya.[1]
Kata sains dan
berbagai turunya sering digunakan dalam Al-Qur’an dalam arti umum(knowledge)
termasuk makna sains alam dan kemanusiaan.
Dan mereka bertemu seorang hamba diantara hamba-hamba kami, yang telah
kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang telah kamiajarkan
kepadanya ilmu dari sisi kami.
Dengan demikian
dalam pandangan islam menuntut ilmu adalah
suatu pencarian religius yang wajib dilakukan setiap muslim yang pada
hakikatnya hal ini adalah keperluan manusia untuk menyelaraskan dan
keseimbangan dalam menjalankan kehidupan. Dari berbagai ayat Al-Qur’an dan
hadist diatas secara tegas menunjukan bahwa menuntut ilmu dalam pengetahuan pandangan
islam bukan hanya ditunjukan pada ilmu agama.hal ini ditunjukan oleh ungkapan
“negeri cina” cina tentunya bukan tempat yang tepat untuk mempelajari
ajaran-ajaran islam mengingat tingkat kesulitanya yang tinggi untuk mencapai kenegri cina, memerlukan
perjuangan yang berat.[2]
Cinta tanah air adalah bagian dari iman berbunyi “Hubb al-wathan mina al-iman”
menunjukan Cinta tanah.
Islam pernah
mencatat pencapaian sains yang ditandai oleh perkembangan tradisi intelektual
dan kekuatan spirit ilmu pengetahuan yang didasari oleh filsafat ketauhidan dan
ajaran dal Al Qur’an yang dibawa oleh muhammad saw hingga mencapai kejayaan
sains sampai abad pertengahan. Nilai kegunaan ilmu hanya dapat diartikan bagi
pencapaian tujuan hidup. Sedangkan pengetahuan dibutuhkan oleh manusia untuk
memecahkan setiap persoalan yang muncul disetiap kehidupan manusia untuk
mencapai tujuan hidup. Dalam Al-Qur’an
banyak firman yang mengutamakan ilmu pengetahuan dan sains dan
memberikan kedudukan yang tinggi kepada orang-orang yang berilmu pengetahuan.
Yang artinya”Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan
diantara kamu dan beberapa derajat.[3]
1.
Q.S Ali Imran
,3:18
شهدالله انه لا ا له ا لا هو و الملعكة واولوا العلم
قا عما با اقسط لا اله ا لا هؤ الحزيزالحكيم (18)
Artinya :
“Allah menyatakan bahwa tidak ada
tuhan selain dia: demikian pula para malaikat dan orang yang berilmu yang
menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain dia, yang maha perkasa, maha
bijaksana. Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu”
Kandungan Ayat:
Al Qur’an
berusaha mengangkat derajat manusia pada kedudukan yang tinggi dengan
memberikan kemampuan kepadanya untuk melihat dan memahami tanda-tanda yang
benar dari kebesaran Allah, kemudian memantulkan kembali atas kebesaran dan
kemahakuasaanya.
TAFSIR AYAT
Ø Allah bersaksi, bahwa tidak
ada tuhan kecuali dia, dan para malaikat serta orang-orang berilmu berdiri
dengan adil.
Yaitu Allah
menerangkan keesaan-Nya dengan mengemukakan bukti-bukti alam fisik yang ada
dicakrawala dan diri manusia sendir, disamping menurunkan ayat-ayat yang berisi
firman-firman Allah untuk mengemukaan keesaan-Nya itu. Dan para malaikat
memberikan kabar hal ini kepada rosul serta mereka bersaksi dengan kesaksian
yang dikuatkan oleh ilmu yang berasal dari waahyu atau ilham, dan ilmu itu pada
para nabi lebih kuat dari pada keyakinan-keyakinan lain. Dan orang-orang yang
berilmu mengabarkan keesaan Allah, menjelaskan dan bersaksi dengan kesaksian
yang berdasarkan bukti dan adil. Karena orang yang mengetahui sesuatu tidaklah
terlepas dari dasar dalil.
firmanya
“dengan adil” maksudnya ialah adil dalam keyakinan. Allah telah menetapkan
hukum-hukum ciptaanya berdiri pada prinsip keadilan. Barang siapa yang
memperhatikan hukum dan seluruh sistem yang begitu rumit pada alam ciptaanya,
maka akan jelas baginya keadilan Allah dalam bentuk yang amat sempurna dan
paling jekas. Maka tegakan Allah dengan keadilan pada setiap ciptaannya menjadi
bukti atas kebenaran kesaksianya.nya bahwa kesatuan sistem diseluruh alam ini
menunjukan keesaan penciptaanya. Kemudian Allah menegaskan bahwa dia semata
yang tunggal dalam ketuhananya dan tegak pada keadilan, dengan firman-Nya.
Ø tidak ada tuhan kecuali dia, Maha perkasa lagi Maha bijaksana.
Keperkasaan
menunjukan kesanggupan yang sempurna. Dan kebijaksanaan menisyaratkan
pengetahuan yang sempurna. Sedangkan kesanggupan tidak akan terwujud dengan
baik kalau tidak memiliki kemandirian dan kebebasa. Sedangkan keadilan tidak
akan terwujud dengan sempurna kalau tidak mengerti segala kepentingan dan
keadilan yang meliputinya. Barang siapa yang memiliki sifat seperti ini, tentu
tidak ada sesuatupunyang dapat mengalahkannya dalam menegagkan huku-hukum
keadilan, dan juga tidak akan menyimpang dalam menciptakan sesuatu dari
pengetahuan yang tepat.[4]
Allah telah
menjelaskan bahwa tiada tuhan selain dia.dengan segala ciptaanya ini pada
langit dan bumi, pada lautan dan daratan, pada tumbuh-tumbuhan dan binatang dan
segala alam semesta, Allah telah menjelaskan bahwa hanya dia yang mengatur.
Maka segala yang ada ini adalah penjelasan atau keesaan Allah dari Allah,
menunjukan bahwa tiada tuhan melainkan Allah. “Demikianpun malaikat” dalam
keadaan mereka yang ghaib itu semuanya telah menyaksikan, telah memberikan
syahadah bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah,. Sebab malaikat adalah sesuatu
kekuatan yang telah diperintahkan oleh tuhan melaksanakan perintahnya, taat dan
patuh mereka menjalani perintah itu.kita tidak dapat melihat malaikat dalam
bentuk rupa yang asli, tetapi kita dapat merasakan adanya. Diatara malaikat itu
ialah jibril yang diperintahkan tuhan menyampaikan wahyu kepada nabi muhammad
SAW dan wahyu itu telah tercatat menjadi Al-Qur’an dan Al Qur’an telah
terkumpul menjadi mushhaf. Oleh sebab
itu didalam tangan kita sendiri kita telah mendapat salah satu bekas shahadah dari
malaikat. “Dan orang-orang yang berilmu”pun telah menyampaikan syahadahnya
pula, bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah. Bertambah mendalami ilmu bertambah
pula menjadi kesaksian dia bahwa alam ini ada bertuhan dan tuhan itu hanya
satu, yaitu Allah dan tidak ada tuhan yang lain, sebab yang lain adalah makhluk
belaka. “bahwa dia berdiri dengan keadilan” yakni setelah Allah menyaksikan
dengan qodrat-iradatny, dan malaikat menyaksikan dengan ketaatnya, dan manusia
yang berilmu menyaksikan dengan menyelidikan akal bahwa tidak ada tuhan
melainkan Allah, maka timbul pula kesaksikan Allah berdiri dengan keadilan.
Bahwa tuhan pencipta Alam dengan perseimbangan dan tuhan menurunkan perintahnya
dengan adil, serta seimbang.
Imam Ghazali
didalam kitab Al-llmi dan didalam kitabnya “Ihya Ulumudin” telah memahkotai
karangannya itu ketika memuji martabat ilmu bahwa ahli ilmu yang sejati telah
diangkat tuhan, yaitu dengan tuhan dan dekat dengan Allah. Pada dua nama, Aziz
dan hakim, gagah dan bijaksana, terdapat lagi keadilan tuhan Allah itu gagah
perkasa, hukumnya keras tangguh dan penuh kedisiplinan tetapi dengan kegagahan itu di imbangi dengan
sifatnya yang lain: yaitu bijaksana. Sehingga Allah tidak pernah berlaku
sewenang-wenang karena kegagahan perkasaanya dan tidak pernah pula bersikap lemah karena
kebijaksanaanya. Diantara gagah dan bijaksana itulah terletak keadilan.[5]
Persaksian paling mulia yang bersumber dari raja yang maha agung dan dari
para malaikat serta orang-orang yang berilmu, atas suatu perkara yang paling
mulia yang disaksikan oleh pengesaan Allah dan penegakannya akan keadilan. Hal
itu mengandung persaksian atas syariat atas ajaran dasar dan pondansi adalah
tauhidullah dan pengesaannya dengan ibadah dan pengakuan akan keesaannya
dalam sifat-sifat keagungan, kesombongan kesabaran, keperkasaan dan kemuliaan.
Juga dengan sifat dermawan, kebajikan, kasih sayang dan perbuatan baik dan
keindahan dengan kesempurnaanya yang
mutlak yang tidak dapat dihitung oleh seseorang baik dari makhluk untuk melihat
sedikit pun maupun dari mereka mencapainya dari mereka sampai kesanjungannya.[6]
b.
Dalil orang
yang berilmu dalam keesaan Allah
طلب العلم فر يضة علي كل مسلم
Artinya :” menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”
Allah
menjelaskan tentang wahdaniyat Allah, dengan menegakkan bukti-bukti kejadian
yang berada dicakrawala luas, dalam diri orang yang berilmu yang mencerminkan
hal tersebut, para malaikat memberitahukan tentang para rosul untuk mensaksikan
dengan kesaksian yang diperkuat ilmu, orang-orang yang berilmu telah
memberitakan tentang kesaksian ini, dan menjelaskan dengan keesan Allah SWT
yang disertai dalil dan bukt. Sebab orang yang mengetahui sesama tidak
membutuhkan hujjah lagi dan mengakuinya.
Makna Al –Qisu artinya dengan keadilan dalam akidah, ketahuidan hal
ibadah dan akhlak dan amal adalah adanya keseimbangan antara kekuatan rohaniyah
dan jasmaniyah.
Keesan Allah SWT yang berdasarkan keadilan semuanya merupakan bukti
kebenaran kesaksianya. Sebab adanya kesatuan dan persatuan tantanan sistem alam semesta ini menunjukan
kesatuan penciptanya.
Kemudian
Allah SWT mengukuhkan dirinya yang menyendiri dengan sifat wahdaaniyah dan menciptakan dengan keadilan melalui
firmannya.
لا اله هو العزيز الحكيم
Sifat perkasa mengisyaratkan pada kesempurnaan kekuasaan dan sifat
bijaksanaan mengisyarakatkan adanya kesempurnaan ilmu pengetahuan.[7]
c.
Kedudukan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan
a)
Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu
pengetahuan.
b)
Iman akan mengangkat
derajat ilmu, demikian juga ilmu akan mengangkat derajat iman.
c)
Orang yang
berilmu akan diberikan Allah kedudukan yang mulia.
d)
Allah menegakan
keadilan
e)
Dan Allah
meninggikan orang-orang yang berilmu diantara mereka, khususnya derajat-derajat
dalam kemuliaan dan ketinggian dalam kedudukan.
A2. Derajat Orang
Berilmu (QS. Al-Mujadalah,58:11)
Ayat dan arti
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“ Hai orang orang yang beriman, apabila di
katakan kepada kamu: berlapang lapanglah dalam
majlis – majlis,” maka lapangkanlah niscaya Allah akan melapangkan buat
kamu, dan apabila di katakan : “ berdirilah kamu, maka berdirilah niscaya Allah
akan meninggikan orang orang yang beriman di antara kamu dan orang orang yang
diberi ilmu beberapa derajat. Dan allah terhadap apa yang kamu kerjakan Maha
Mengetahui.”
B. Beberapa
pendapat tentang ilmu dari sudut pandang
a. Ilmuwan
Para calon ilmuwan harus mempunyai
motivasi ekstra. Tanpa hal ini, yang terjadi hanyalah lahirnya ilmuwan gadungan,
pseudoscientist, ilmuwan seolah olah. Apa yang sering di sebut ilmuwan oleh
masyarakat umumnya bukanllah ilmuwan, melainkan teknisi. Teknisi adalah seseorang
yang di latih dan mempunyai tugas atau pekerjaan untuk menerapkan teknik teknik
atau prinsip prinsip yang telah di ketahui. Sementara itu ilmuwan adalah
seorang yang mencarai tahu dan pengetahuaan sifat alamiah dari realitas fisik. Ia menghadapi sesuatu yang tidak di
ketahui. Ilmuwan menghasilkan sesuatu
yang orisinil jika ide bisa di ukur melalui publikasinya di jurnal
internasional : jika produk bisa di ukur dari paten
Kondisi ilmuawan di dunia ketiga,
termasuk dunia islam telah di rekam dengan baik oleh ismail raji al faruqi
memberi contoh seorang dosen universitas
negara berkembang bergelar profesor yang
meraih gelar doktor di
negara barat. Dia mendapat pendidikan di sana dan lulus dengan nilai dan
prestasi sedang, menuntut ilmu dengan motivasi rendah dan tidak mendapatkan
semua ilmu yang bisa di perolehnya di sana dia merasa cukup puas untuk lulus,
mendapat gelar, kembali ke negeri
asalnya, dan mendapatkan posisi penting serta
mengutungkan. Buku buku yang di bacanya ketika masih kuliah adalah
puncak pengetahuannya. Karena kini dia tidak memiliki waktu tenaga dan motivasi untuk mendobrak batas
pengetahuan yang di miliki.[9][1]
b. Filosof ( perselisiahan socrates dan aristoteles)
Socrates berpendapat
bahwa fadilah adalah makrifat, maka jika manusia telah mengetahui fadilah secara mantap, maka
akalnya akan terbuka dan hatinya akan menjadi tenang dan ia harus
mempertahankan jika tidak berarti telah
terjadi kekacauan dalam makrifatnya, dan makrifat yang ia miliki hanyalah
khayalan yang tidak tertanam dalam akalnya. Karena tidak mungkin seorang
berakal, yang ingin mengetahui bahwa api bersifat membakar kemudian membakar
dirinya terlebih dahulu hanya untuk mengetahuinya.
Sementara, Aristoteles
berbeda dengan gurunya atau gurudari gurunya socrates ia berpenda makrifat
semata mata tidak akan mengantarkan
menuju fadilah. Berapa banyak orang mengetahui fadilah namun mereka justru melakukan sebaliknya karena karena dorongan
insting dan nafsu mereka dan lainya
sehingga di butuhkan unsur ‘’ kemauan ‘’ di samping makrifat (pengetahuan).[10][2]
C. Pengertian
Secara Umum
Sesudah allah
melarang para hamba dan berbisik bisik mengenai dosa dan pelanggaran yang
menyebabkan permusuhan, allah memerintahkan kepada mereka sebab kecintaan dan
kerukunan di antara orang orang mukmin, dan di antara sebab kecintaan dan
kerukunan itu adalah melapangkan tempat di majlis (pertemuan) ketika ada orang yang datang dan
bubar apabila di minta dari kalian untuk bubar
Apabila
kalian melakukan yang demikian itu maka allah akan meninggikan tempat tempat
kalian di dalam surga surganya dan menjadikan kalian termauk orang orang yang berbakti tanpa kekhawatiran dan
kesedihan[11][3]
D. Asbabunnuzul
1. Tafsir Al maraghi
Berkata Al hasan adalah para
sahabat berdesak desak dalam satu majlis peperangan, apabila mereka berbaris
untuk berperang, sehingga sebagian mereka tidak memberikan kelapangan kepada
sebagian yang lain karena keinginannya
untuk mati syahid. Dan dari ayat ini kita mengetahui :
1. Paras sahabat berlomba omba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulullah
saw. Untuk mendengarkan pembicaraan beliau, karena pembicaraan beliau
mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Oleh karena itu maka
beliau mengatakan. “hendaklah duduk berdekatan denganku orang orang yang dewasa
dan berakal di antara kamu.”
2. Perintah untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkanya
apabila hal itu mungkin, sebab yang demikian ini akan menimbulkan rasa cinta di
dalam hati dan kebersamaan dalam mendengar hukum hukum agama.
3. Orang yang melapangkan kepada hamba hamba allah pintu kebaikan dan
kesenangan, akan di lapangkan baginya
kebaikan kebaikan di dunia dan di akhirat.
2. Tafsir Al Misbah
Ada riwayat yang menyatakan bahwa
ayat di atas turun pada hari jumat. Ketika Rasulullah saw. Berada di satu
tempat yang sempit dan telah menjadi
kebiasaan beliau memberi tempat khusus buat para sahabat yang terlibat di
perang badar, karena besarnya jasa mereka. Nah ketika majlis tengah
berlangsunng, beberapa orang di antara
sahabat sahabat tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada nabi saw.
Nabi pun menjawab, selanjutnya mengucapkan salam kepada hadirin, yang juga di
jawab, namun mereka tidak memberi tempat. Para sahabat itu terus saja berdiri, maka Nabi saw
memerintahkan kepada sahabat sahabatnya yang lain- yang tidak terlibat dalam
perang badar untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu
duduk di deket nabi saw, perintah nabi itu. Mengecilkan hati mereka yang di
suruh berdiri, dan di gunakan oleh kaum munafikin untuk meecah belah dengan
berkata “ katanya Nabi muhammad berlaku adil, ternyata tidak.” Nabi mendengar
kritik itu nabi bersabda :” Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi
saudaranya.” Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di atas pun turun
mengukuhkan perintah dan sabda nabi itu[12][4]
E. . Tafsir
1. Tafsir Al Misbah
Laraangan berbisik yang di uraikan oleh ayat ayat yang lalu
merupakan salah satu tuntunan akhlak, guna membina hubungan harmonis antara
sesama. Berbisik di tengah orang lain mengeruhkan hubungan melalui pembicaraan itu.
Ayat di atas masih merupakan tuntunan
akhlak. Kalau ayat yang lalu menyangkut pembicaraan rahasia, kini menyangkut
perbuatan di dalam satu majlis. Ayat di atas memberi tuntunan bagaimana
menjalin hubungan harmonis dalam satu majlis. Allah berfirman : “ hai orang orang yang beriman,, apabila
di katakan kepadamu,” oleh siapapun : “berlapang
lapanglah.” Yakni berupayalah dengan
sungguh sungguh walau dengan memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis majlis yakni satu tempat
baik tempat duduk maupun bukan tempat duduk, apabila di minta kepada kamu agar
melakukan itu maka lapangkanlah
tempat itu untuk orang lain itu dengan suka rela. Jika kamu melakukan hal
tersebut, niscaya allah akan melapangkan
segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini Dan apabila di katakan: “Berdirilah kamu” ke tempat yang lain atau
untuk di duduk tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk
melakukan sesuatu seperti untuk sholat dan berjihad, maka berdiri dan bangkitlah, allah akan meninggikan orang orang
yang beriman di antara kamu wahai yang memperkenankan tuntunan ini dan orang orang yang di beri ilmu pengetahuan
beberapa derajat kemuliaan di dunia
dan di akhirat dan Allah terhadap apa
yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha Mengetahui
Ayat di atas tidak menyebut
secara tegas bahwa allah akan meninggikan derajat orang berilmu
tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat derajat yakni lebih
tinggi dari yang sekedar beriman tidak di sebutkan kata meninggikan itu,sebagai
isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang di
milikinya itulah yang berperan besar dalam ketinggian derajat yang di perolehnya, bukan akibat akibat dari faktor
di luar ilmu itu.
Tentu saja yang di maksud dengan alladzina utu al ilm/ yang di beri pengetahuan adalah mereka yang
beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas
membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman
dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki
pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi bukan saja karena
nilai ilmu yang di sandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak
lain baik secara lisan atau tulisan maupun dengan keteladanan
Ilmu yang di maksud oleh ayat di
atas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dalam surat Q.S
Fathir (35); 27-28 Allah menguraikan sekian banyak makhluk iilahi dan fenomena
alam, lalu ayat tersebut di tutup dengan menyatakan bahwa; yang takut dan kagum
kepada allah dari hamba hambanya hanyalah ulama, ini lmenunjukan bahwa ilmu
dalam pandangann al-quran bukan hanya ilmu agama. Disisi lain itu juga
menunjukan bahwa ilmu haruslah
menghasilkan khasyyab yakni rasa takut dan kagum kepada allah yang pada
giliranya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta
memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk.[13][5]
2. Tafsir Al Maraghi
Telah di keluarkan oleh Ibnu Abi
Hatim, dari muqatil dia berkata, rasulullah saw, pada hari jumat pada suffah,
sedang tempat itu pun sempit. Beliau menghormati orang orang mengikuti perang
badar, baik mereka itu muhajirin atau anshor, maka datanglah beberapa orang di
antara mereka itu, di antaranya sabit
inu qais mereka telah didahului orang dalam hal tempat duduk. Lalu mereka pun
berdiri di hadapan Rasulullah kemudian mereka mengucapkan salam:“ As-salamualaikum wahai nabi wa
arahmatullah wa barakatuh” Beliau menjawab salam mereka. Kemudian mereka
menyalami orang orang dan orang orang pun menjawab salam mereka. Mereka berdiri
menunggu untuk di beri kelapangan bag mereka, tetapi mereka tidak di berikan
kelapangan, hal itu terasa berat oleh Rasulullah saw. Lalu beliau mengatakan
kepada orang yang ada di sekitar beliau, “ Berdirilah engkau wahai fulan,
berdirilah engkau wahai fulan. Beliau menyuruh beberapa orang untuk berdiri
sesuai dengan jumlah mereka yang datang”. Hal itu pun tampak berat oleh mereka
dan ketidakenakan beliau tampak oleh mereka. orang orang munafikmengencam yang
demikian itu dan mengatakan, “demi
allah, dia tidak lah adil kepada mereka orang orang itu telah mengambil tempat
duduk mereka dan ingin berdekatan denganya. Tetapi dia menyuruh mereka berdiri
dan menyuruh duduk orang orang yang datang terlambat .” maka turunlah ayat itu.
Apabila
kamu di minta untuk berdiri dari majlis rasulullah saw. Maka berdirilah kamu,
sebab rasulullah saw. Itu terkadang ingin sendirian guna merencanakan urusan
urusan agama, atau menunaikan beberapa tugas khusus yang tidak dapat di
tunaikan atau di sempurnakan penunaianya kecuali dalam keadaan sendiri.
Mereka
telah menjadikan hukum ini umum sehingga mereka mengatakan, apabila pemilik
majlis mengatakan kepada siapa yang ada di majlisnya “ Berdirilah kamu “ maka
sebaiknya kata kata itu di ikuti.
Tidak
selayaknya orang yang baru datang menyuruh berdiri kepada seseorang, lalu dia
duduk di tempat duduknya, sebab telah di keluarkan oleh Al- Bukhari, Muslim dan
At- Tirmizi dari Ibnu Umar bahwa rasuullah saw. Mengatakan :
“ Janganlah
seseorang menyuruh berdiri kepada orang lain dari tempat duduknya. Akan tetapi
lapangkanlah dan longgarkanlah”
Allah
meninggikan orang orang mukmin dengan mengikuti perintah perintahnya dan
perintah rasul khususnya orang orang yang berilmu di antara mereka derajat
derajat yang banyak dalam hal pahala dan tingkat tingkat keridaan
Ringkasnya,
sesungguhnya wahai orang mukmin, apabila salah seorang di antara kamu
memberikan kelapangan bagi saudaranya ketika saudaranya itu datang, atau jika
ia di suruh keluar lalu ia keluar maka hendaklah ia tidak menyangka sama sekali
bahwa hal itu mengurangi haknya. Bahwa
yang demikian merupakan peningkatan dan penambahan bagi kedekatanya di sisi
tuhanya. Allah Taala tidak akan menyia nyiakan yang demikian itu. Tetapi dia
akan membalasnya di dunia dan di akhirat. Sebab barang siapa yang tawahdu
kepada perintah allah, maka allah akan mengangkat derajat dan menyiarkan
namanya..
Allah
mengetahui segala perbuatanmu. Tidak ada yang samar baginya siapa yang taat dan
siapa yang durhaka di antara kamu. Dia akan membalas kamu semua dengan amal
perbuatanmu orang yang berbuat baik di balas dengan kebaikan, dan orang yang
berbuat buruk akan di balasnya dengan apa yang pantas baginya, atau di
ampuninya[14][6]
3. Tafsir Al azar
Pokok hidup ini adalah iman dan pokok
pengiring nya adalah ilmu. Iman tidak di
sertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok
mengerjakan pekerjaan yang di sangka menyebah allah. Padahal mendurhakai
allah sebaliknya orang yang berilmu saja
tidak di sertai atau yang tidak membawanya kepada iman maka ilmunya itu dapat
memahayakan dirinya sendiri maupun bagi
manusia ilmu manusia tentang tenaga atom
misalnya, alangkah penting ilmu itu, itu kalu di sertai iman karena dia akan
membawa faedah yang besar bagi seluruh perikemanusiaan tetapi ilmu itu pun
dapat di pergunakan orang untuk memusnahkan sesamanya manusia karena jiwwanya
tidak di kontrol oleh iman kepada allah[15][7]
4. Al Lubab
Ayat 11 memberi salah satu tuntunan bagaimana memjalin hubungan harmonis. Ayat ini menyeru
kaum beriman bahwa apabia di katakan kepada kamu oleh siapapun “ berupayalah
dengan sungguh sungguh, walu dengan memaksakan diri untuk memberi tempat orang
lain dalam majlis majlis, baik tempat duduk maupun bukan untuk duduk maka
lapangkanlah tempat itu dengan suka rela agar kamu dapat berbagi dengan orang
lain. Jika itu kamu lakukan niscaya alllah swt melapankan segala sesuatu bagi
kamu dan hidup ini dan apabila di katakan ‘’berdirilah ketempat lain atau
duduki tempatmu oleh orang yang lebih wajar” atau bangkitlah untuk melakukan
sesuatu sperti untuk shalat dan berjihad maka berdiri dan bangkitlah. Allah swt
akan meninggikan derajat orang orang beriman di antara kamu, wahai yang
memerkenankan tuntunan ini dengan orang orang yang di beri ilmu pengetahuan.
Peninggian dengan beberapa derajat kemuliaan
di dunia dan di akhirat. Allah swt maha teliti terhadap apa yang kamu
kerjakan sekarang dan masa datang[16][8]
F. Keutamaan beriman dan berilmu
Allah akan mengangkat kedudukan orang
berilmu di bandingkan dengan orang yang
hanya sekedar beriman tapi tanpa ilmu. Karena dengan ilmu, orang yang lebih
mudah memahami dan menguatkan ketaqwaan kepada allah. Sementara orang yang
hanya beriman akan mudah tergoyang keimanannya jika tidak di sertai dengan ilmu
terutama dengan ilmu agama. Perlu di ketahi Ilmu lebih berharga di bandingkan dengan harta. Terutama bagi
pencari ilmu, ilmu akan menjadikan dan membawa seseorang selalu di jalan allah ta’ala dan menemaninya
ketika di dunia sampai di hantarkannya
kedalam kubur
serta membawanya kepada tempat yang di rindukan yaitu surga. Ilmu juga
akan membawa keutamaan orang yang berilmu.
A3. Hikmah
Anugerah Allah swt. (QS.
Al-Baqarah, 2:269)
a.
Hakikat Ilmu Hikmah
Allah
memberikan ilmu yang berguna yang bisa membangkitkan kemauan kepada
hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, sehingga ia dapat membedakan mana yang benar
dan mana yang salah, lalu dengan mudah dapat membedakan antara ilham yang
datang dari Allah dan bisikan setan.[17]
Hikmah didalam
Al-qur’an ada dua macam yaitu yang disebutkan dengan sendirian dan yang
disusuli dengan penyebutan al-kitab. Yang disebutkan sendirian ditafsiri
nubuwah, tapi ada pula yang menafsiri ilmu Al-Qur’an. Menurut Ibnu Abbas R.A,
hikmah adalah ilmu tentang Al-qur’an, yang nasikh dan mansukh, yang pasti
maknanya dan yang tersamar, yang diturunkan lebih dahulu dan yang diturunkan
lebih akhir, yang halal dan yang haram dan lain sebagainya.
Menurut
Adh-Dhahhak, hikmah adalah Al-Qur’an dan pemahaman kandungannya. Menurut
mujahid, hikmah adalah Al-Qur’an, ilmu dan pemahaman. Dalam riwayat lain
darinya, hikmah adalah ketepatan dalam perkataan dan perbuatan. Menurut
An-Nakha’y, artinya makna segala sesuatu dan pemahamannya. Menurut Al-Hasan,
hikmah adalah wara’ dalam agama Allah.
Adapun hikmah
yang disusuli dengan penyebutan Al-Kitab ialah petunjuk amal, akhlak dan
keadaan. Begitulah yang dikatakan Asy-Syafi’y dan imam-imam yang lain. Ada pula
berpendapat, artinya ketetapan berdasarkan wahyu.
Pendapat yang
paling tepat tentang makna hikmah ini seperti yang dikatakan mujahid dan Malik
yaitu pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya, ketepatan dalam
perkataan dan perbuatan. Yang demikian ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan
memahami Al-Qur’an, mendalami syariat-syariat islam serta hakikat islam.
Hikmah ada dua
macam yaitu yang bersifat ilmu dan yang bersifat amal. Yang bersifat ilmu ialah
mengetahui kandungan-kandungan segala sesuatu, mengetahui kaitan sebab dan
akibat. Penciptaan dan perintah, takdir dan syariat. Sedangkan yang bersifat
amal yaitu meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya.
Salah satu
sifat-sifat lain hati adalah terang dan gelapnya hati. Hati yang tidak memiliki
hikmah-hikmah, baik yang praktis (‘amali) maupun yang teoritis (nazhari), maka
hati tersebut adalah hati yng gelap, yang tidak tahu harus berbuat apa dan
meyakini apa, tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang batil. Agar hati
menjadi terang, maka jalannya adalah dengan mencari hikmah.[18]
Sarana yang
bisa menampung hikmah ini, adalah akal yang mampu memberi keputusan dalam
menelusuri segala sesuatu dengan berbagai argumentasi, disamping menyelidiki
hakikatnya secara bebas. Siapa saja yang telah dianugerahi akal seperti ini,
maka ia akan mampu membedakan antara janji Yang Maha Pengasih dan ancaman
setan. Ia akan berpegang pada janji Allah, dan membuang jauh-jauh ancaman
setan.[19]
Menurut Manazilus Sa’irin, ada tiga derajat hikmah yaitu:
1. Kita
memberikan kepada segala sesuatu sesuai dengan haknya, tidak melanggar
batasannya, tidak mendahulukan dari waktu yang telah ditetapkan dan tidak pula
menundanya.
Karena segala sesuatu itu mempunyai tingkatan dan hak, maka engkau
harus memenuhinya sesuai dengan takaran dan ketentuannya. Karena segala sesuatu
mempunyai batasan dan kesudahan, maka engkau harus sampai kebatasan itu dan
tidak boleh melampauinya. Karena segala sesuatu mempunyai waktu, maka engkau
tidak boleh mendahulukan atau menundanya. Yang disebut hikmah adalah yang
memperhatikan tiga sisi ini.
Ini hukum
secara umum untuk seluruh sebab dan akibatnya, menurut ketentuan Allah dan
syariat-Nya. Menyia-nyiakan hal ini berarti menyia-nyiakan hikmah, sama dengan
menyia-nyiakan benih yang ditanam dan tidak mau menyirami tanah. Melampaui hak
seperti menyirami benih melebihi kebutuhannya, sehingga benih itu terendam air,
yang justru akan membuatnya mati. Mendahului dari waktu yang ditentukan seperti
memanen buah sebelum masak. Begitu pula meninggalkan makanan, minuman dan
pakaian, merupakan tindakan yang melanggar hikmah dan melampaui batasan yang
diperlukan. Jadi yang disebut hikmah adalah berbuat menurut semestinya dan pada
waktu yang semestinya. Hikmah memounyai tiga sendi yaitu ilmu, ketenangan dan
kewibawaan. Kebalikannya adalah kebodohan, kegabahan dan terburu-buru.
2. Mempersaksikan pandangan
Allah dalam hukum-Nya dan memperhatikan kemurahan hati Allah dalam penahan-Nya.
Artinya, kita bisa mengetahui hikmah dalam janji dan ancaman Allah serta
menyaksikan hukum-Nya.
Dengan begitu
kita bisa menyaksikan keadilan Allah dalam ancaman-Nya, kemurahan Allah dalam
janji-Nya, dan semua dilandaskan pada hikmah-Nya. Kita juga bisa mengetahui
keadilan Allah dalam hukum-hukum syariat-Nya dan hukum-hukum alam yang
berlaku pada semua makhluk, yang
didalamnya tidak tidak ada kedzaliman dan kesewenang-wenangan, termasuk pula
hukum-hukum yang diberlakukan terhadap orang-orang yang dzalim sekalipun. Allah
adalah yang paling adil dari segala yang adil.
3. Dengan tuntutan bukti kita bisa mencapai mencapai basharah,
dengan petunjukmy kita bisa mencapai hakikat, dan dengan isyaratmu kita bisa
mencapai sasaran. Artinya, dengan tuntutan dalil dan bukti kita bisa mencapai
derajat ilmu yang paling tinggi, yang juga disebut bashirah, yang oenisbatan
ilmu dengan hati sama dengan penisbatan obyek pandangan kepandangan mata.ini
merupakan kekhususan yang dimiliki para sahabat yang tidak dimiliki selain
mereka dari umat islam, dan bashirah ini merupakan derajat ulama yang paling
tinggi.[20]
Orang yang
dikruniakan hikmah adalah orang yang menguasai Qur’an dan Sunnah. Dengan hal
ini, mereka memiliki kepemahaman yang mendalam tentang islam. Dan dengan
kekuatannya tersebut, mereka menjadi golongan yang bijaksana, yang dapat
mengatur hidup mereka dengan baik, dan menadi conto dalam masyarakat.[21]
b.
Dalil Ahli Ilmu Hikmah
Anugerah dari Allah SWT
Surat Al-Baqarah (2 : 269)
Artinya :
“Allah
menganugerahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur’an dan
As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang dianugerahi
Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya
orang yang barakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”.
Tafsir ayat:
Ayat ini
menunjukkan bahwasanya kekayaan yang sejati ialah hikmat yang diberikan Allah.
Kecerdasan akal, keluasan ilmu, ketinggian budi, kesanggupan menyesuaikan diri
dengan masyarakat, itulah kekayaan yang
sangat banyak. Betapapun orang menjadi kaya raya, jutawan yang hara bendanya
berlimpah-limpah, kalau dia tidak dianugerahi oleh Allah dengan hikmat, samalah
artinya dengan orang miskin. Sebab dia tidak sanggup dan tidak mempunyai
pertimbangan yang sehat, buat apa harta bendanya itu akan dikeluarkan.
Didalam segala
zaman ada saja orang kaya yang tidak diberi hikmat. Dan didalam segala zaman
terdapat pula ahli hikmat, tetapi ia tidak kaya tentang harta. Nama orang kaya
raya iu hilang setelah dia mati, tetapi ahli hikmat-ahli hikmat kekal namanya
jauh dan lama setelah dia mati, karena bekas hikmatnya masih dirasai orang.
Tetapi ada pula orang kaya raya dengan harta benda, diapun dianugerahi Allah
hikmat. Lalu dikeluarkannya harta benda yang pinjamkan Allah kepadanya itu
semasa hidupnya untuk jalan yang baik. Dimana-mana bertemulah harta waqaf yang
dia tinggalkan. Anaknya yang shalih mendoakannya, shadaqah jariyah yang dia
tinggalkan, mengekalkan namanya dan ilmu pengetahuan yang dia ajarkan menjadi
kekayaan yang tidak putus-putus dia mengambil hasilnya, walaupun tulangnya
telah berserak didalam kubur.[22]
Allah
membukakan samudera kebijaksanaan kepada siapa saja yang menginginkannya.
Hakikat dari pengetahuan diri sebetulnya sudah ada daam inti semua makhuk.
Tetapi hanya hanya sang pencari sejatilah yang mampu menyelami kedalaman
samudera, untuk memperoleh mutiara ilmu dan kebijaksanaan.[23]
c.
Ilmu Hikmah Sebagai Filsafat
Hati memerlukan
ilmu dan hikmah agar dengannya nafsu dan amarah dapat dikekang dalam
melaksanakan hal-hal yang bermanfaat. Ilmu yang paling mulia adalah ilmu
tentang Allah serta keagungannya. Penguasaan ilmu ini dan keyakinan yang lahir
darinya akan berbeda antara seseorang dengan yang lain.[24]
Dalam Al-Qur’an
dan riwayat, biasanya istilah hikmah digunakan untuk hikmah praktis yang dapat
menerangi jalan hati. Seseorang yang dapat berhias dengan hikmah amali
(perilaku yang baik), mengetahui apa saja yang harus diperoleh, perbuatan apa
saja yang harus dilakukan dan sifat apa saja yang harus dimiliki, maka dia
sebenarnya sedang berjalan dijalan yang terang dan penuh cahaya. Akan tetapi,
apabila dia tidak memiliki hikmh praktis dan berjalan dijalan yang gelap, maka
meski akidah dan hatinya kuat, naun karena dia tidak tau perbuatan apa saja
yang harus dia lakukan dan sifat-sifat apa saja yang harus didapatkan, maka ia
tidak akan sampai kemana-mana.
Hati akan
menjadi kuat dengan pengetahuan-pengetahuan yang pasti, benardan endatangkan
keyakinan, sehingga tidak ada satupun badai keraguan dan syubhat yang mampu
menggoyahnya. Dengan hikmah praktis, hati akan menemukan jalannya, jalan itu
akan menjadi terang dan bercahaya baginya, sehingga hati tidak akan pernah
tersesat dalam kegelapan.[25]
Dengan demikian
ilmu hikmah sebagai filsafat merupakan salah satu sarana untuk berfikir agar
mendapatkan hikmah dari Allah. Tetapi tentu saja berfikir yang tidak secara
rasional tetapi harus dilandaskan dengan Al-qur’an dan As-Sunah. Dengan adanya
hikmah dari Allah tentunya kita dapat berfilsafat atau berfikir dalam suatu
hal. Tanpa adanya hikmah dari Allah kita tidak akan bisa berfilsafat. Karena
dengan adanya hikmah tersebut kita bisa mengetahui sesuatu hal baik maupun
buruk dan kita juga bisa membedakan mana yang harus kita lakukan dan mana yang
harus kita hindarkan.
A4. Kesempurnaan
Akal Manusia (QS.Al-Qashash,
28:14)
PEMBAHASAN
A. Ilmu dan Akal Manusia
Ilmu
adalah yang menjadi landasan bukti petunjuk, dan yang bermanfaat dari ilmu
adalah yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ilmu lebih baik
daripada keadaan. Ilmu merupakan petunjuk dan keadaan yang mengikutinya.
Keadaan merupakan kendaraan yang tidak bisa berjalan sendiri. Jika tidak
disertai ilmu maka ia berjalan menuju tempat yang merusak. Keadaan seperti
harta yang bisa berada di tangan orang baik dan orang jahat. Jika tidak di
sertai cahaya ilmu, maka ia akan menjadi bencana bagi pelakunya, sedangkan
manfaat ilmu seperti air hujan yang merambah permukaan tanah yang tinggi dan
rendah, perut lembah dan semua pepohonan. Ilmu merupakan penentu yang
membedakan antara keraguan dan yakin, penyimpangan dan kelurusan, petunjuk dan
kesesatan. Dengan ilmu, orang-orang yang berjalan bisa sampai kepada Allah.
Dengan
ilmu bisa diketahui berbagai macam syariat dan hukum bisa dibedakan antara yang
halal dan yang haram. Dengan ilmu persaudaraan bisa dijalani, dengan ilmu
keridhaan kekasih bisa diketahui, dan dengan ilmu bisa menghantarkan ke tujuan
yang dekat.
Bukti
paling akurat yang menunjukan kemuliaan ilmu, bahwa kelebihan orang berilmu
daripada semua manusia seperti kelebihan rembulan pada malam purnama daripada
semua bintang. Para malaikat merundukkan sayapnya kepada mereka dan memayungi
mereka. Semua penghuni langit dan bumi memintakan ampunan bagi orang yang
berilmu.[26][1]
Dengan
ilmu, hati akan menjadi kuat dengan pengetahuan-pengetahuan yang pasti, benar
dan mendatangkan keyakinan, sehingga tidak ada satupun badai keraguan yang
mampu menggoyahkan dan hati akan menemukan jalanya, jalan itu akan menjadi
terang dan bercahaya baginya, sehingga hati tidak akan pernah tersesat dalam
kegelapan.[27][2]
Potensi
yang ada pada manusia hanya akan bersinar jika ‘digosok’ dengan ilmu. Golongan
yang menguasai ilmu berada pada maqam atau tempat yang tinggi. Ilmu itu
menjurus pada aspek agama dan yang lain-lainnya secara umum. Namun ada juga
ilmu yang haram untuk dipelajari seperti ilmu sihir dan ilmu membuat arak.[28][3]
Akal,
menurut Abd al-Jabbar yang membicarakan tentang akal, akal adalah
pengetahuan-pengetahuan yang dengannya manusia dapat memperoleh
pengetahuan-pengetahuan (lain) dan menjalankan perbuatan-perbuatan yang menjadi
kewajibannya. Pengetahuaan itu ada dua macam:
(1) yang dibuat oleh Allah dalam
diri manusia tanpa kemampuan manusia untuk menghilangkannya, dan
(2) pengetahuan yang diperoleh
manusia melalui penalaran.
Kalau
dikatakan bahwa akal adalah pengetahuan yang dengannya manusia dapat memperoleh
pengetahuan lain, maka mau tidak mau pengetahuaan yang termasuk di dalam
kesempurnaan akal ini adalah pengetahuan jenis pertama, yakni yang ada pada
manusia karena diciptakan Allah di dalamnya, tanpa kemampuan manusia untuk
menolaknya; namun tidak semua pengetahuan yang demikian ini termasuk kedalam
jenis kesempurnaan akal.
Pengetahuaan
yang termasuk ke dalam jenis kesempurnaan akal ini, menurut ‘Abd al-Jabbar,
adalahpengetahuan tentang keadaan khusus yang dialami orang yang punya akal,
semisal berkehendak, tidak suka dan berkeyakinan. Serta pengetahuaan tentag
yang jelek sebagai jelek, yang baik sebagai baik dan yang wajib sebagai wajib.[29][4]
B. Dalil Hikmah dan Ilmu:
Kesempurnaan Akal Manusia
QS. Al-Qashash : 14
Artinya: “Dan
setelah dia (Musa) dewasa dan sempurna akalnya Kami anugerahkan kepadanya
Hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah kami memberi balasan kepada
orang-orang yang beruat baik.”
Ditemukannya
seorang bayi disungai pada masa pembunuhan anak-anak Bani Isra’il, kehadiran
saudara Nabi Musa a.s. mengamat-amati adiknya, kedatangannya membawa usul
kepada Fir’aun agar ia disusukan oleh seorang wanita tertentu, pastilah
mengantar kepada terbukanya rahasia asal-usul mereka sebagai salah seorang
keluarga Bani Isra’il. Demikian juga, kesediaan Musa menyusu hanya padanya,
menunjukan pula bahwa ia adalah anak ibu yang berasal dari Bani Isra’il itu.
Indikator-indikator yang demikian jelas itu, tidak disadari oleh Fir’aun dan
semua stafnya.[30][5]
(Pangkal ayat 14). Telah dapat
dikira-kirakan bahwa kurang lebih 30 tahun dia menjadi “anak angkat” Firaun.
Dari kecil dibearkan dalam istana Firaun. Tetapi sejak kecil itu pula ibunya
telah membeiasakan membawanya pulang dari istana, bahkan dia diasuh, dibimbing
dirumah ibunya sendiri dan disaat-saat yang perlu dibawa keistana. Dengan
demikian maka keluarga imran, yaitu nama ayah Musa telah pula mendapat
keuntungan dari hubungan anaknya dengan istana. Keluarga Musa, sebagai keluarga
Bani Israil golongan yang tertindas dan dipandang hina, karena Musa jadi “anak
angkat” telah mendapat hak istimewa yang tidak didapat oleh keluarga bani
israil yang lain.
Lantaran
itu, meskipun ia dianggap sebagai “orang istana”, dia tidak terpisah dari
kaumnya. Dia mengetahui apa yang dialami oleh kaumnya dia telah selalu melihat
kelakuan yang tidak adil yang dilakukan oleh kekuasaan Fir’aun dan segala kaki
tangannya terhadap kaumnya. Sebab itu maka pengalaman-pengalaman yang pahit,
yang dilihat, yang didengar, menambah pengetahuannya tentang mana yang adil dan
mana yang dholim. Kalau terasa dalam hatinya, bahwa kalau dia yang memegang
hukum tentu tidak begini yang akan diputuskannya tentang hukum, tentu begitu
mestinya. Diapun melihat perbedaan yang mencolok mata tentang perlakuan kepada
rakyat kalau yang tersalah itu kaum qubthi, kaum Firaun sendiri, kesalahan itu
akan dituup-tutup. Tetapi kalau bani israil yang bersalah, maka hukumnya sangat
kejam, tidak sepadan dengan kesalahan atau pelanggaran yang diperbuatnya.
Keadaan yang disaksikan tiap hari ini menambah matang pribadi Musa, menambah
dia cerdik dan pandai. Allah telah memberinya anugerah Hukum dan Ilmu. Sebab
dalam istana niscaya dia diajar sebagai anak-anak orang bangsawan dan dalam
masyarakat diajar oleh pengalaman-pengalaman dan melihat
kepincangan-kepincangan yang berlaku terhadap rakyat yang lemah. (ujung ayat
14).
Pada
ujung ayat ini dapat kita menggali suatu kenyataan. Yaitu bahwa disamping apa
yang telah ditentukan oleh Allah bahwa Musa kelak kemudian hari akan dijadikan
nabi dan rasul, dengan kehendak tuhan juga telah ada orang-orang yang berbuat
baik, yang telah berhasil usahanya sehingga Musa menjadi seorang yang mengerti
hukun dan berilmu. Tentu saja yang berusaha berbuat baik ini ialah orang-orang
yang mendidik dan mengasuhnya. Terutama ibu kandungnya, kedua istri Firaun yang
budiman itu. dipujikan disini bahwa usaha mereka yang baik itu berhasil.[31][6]
Dan
lebih intinya lagi ayat ini mengkisahkan peristiwa yang dialami Nabi Musa a.s
sebelum ia di utus sebagai seorang rasul, dimana ia setelah cukup umur dan
sempurna akalnya, Allah memberinya hikmah dan pengetahuan, di ceritakan
peristiwa yang dialaminya yang mengantarnya ke tingkat yang di takdirkan Allah
baginya, yaitu tingkat kenabian dan kesempatan bermunajat langsung kepada-Nya.[32][7]
Dari
kisah ini, jelas sekali bagaimana Allah swt. “turun tangan” untuk membuktikan
kebenaran janji-Nya. Dan ini membuktikan, betapa Allah melakukan apa yang
dikehendaki-Nya tanpa disadari sedikitpun oleh Fir’aun.[33][8]
C. Urgensi Ilmu dan Ilmu Hikmah
·
Dapat meningkatkan akan pengetahuan tentang Allah.
·
Dengan efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan
merealisasikannya.
·
Dapat membimbing orang lain.
·
Dapat memecahkan problem manusia dalam masyarakat.
·
Ilmu hikmah bisa untuk menyelesaikan berbagai macam masalah kehidupan,
membantu kita kuat mengarungi kehidupan yang penuh cobaan, merupakan sarana
memohon perlindungan kepada Allah swt dan mengubah perilaku buruk menjadi baik
serta membuat kita semakin dekat dengan Allah swt dan bisa juga sebagai sarana
amal ibadah untuk mendapatkan ridha Allah swt.
[1] Afzalur Rahman, Al-Qur’an sumber ilmu pengetahuan,(jakarta,PT Rineka
Cipta, 2000),hlm.8
[2] Hasan Basri jumin, Sains dan teknologi dalam islam, (jakarta, PT Raja
grafindo persada,2012),hlm.13
[3] Heri Setiawan,M.Hum, Pengantar studi ilmu islam,(Bandung,Pustaka
Kasidah Cinta,2011),hlm.139
[4] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi,(yogyakarta, sumber ilmu,
1986),hlm.151-153
[5] Prof.Dr.hamka, Al-Azhar,
(jakarta:pustaka panjimas,1983),hlm.128-130
[6] Syaikh Abdurohman,Tafsir ALQur’an,(jakarta,Dar Ibn Al
jauzi,2016).hlm.417
[7]Bahrun Abu bakar,AlTafsir(Semarang,PT karya Toha
Putra,1992)Hlm.206-207.
[17] Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tarjamah Tafsir Al-Maraghi, (Yogyakarta:
Sumber Ilmu, 1986), hlm. 49
[19] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Karya
Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 74
[20] Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarijus
Salikin (Pendakian Menuju Allah), (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), hlm.
330-333
[21] Danial Zainal Abidin, Al-Qur’an
For Life Excellen, (Jakarta: Penerbit Hikmah, 2007), hlm. 29
[22] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ ke 3, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1983), hlm. 55
[23] Syekh Fadhlullah Haeri, Jiwa
Al-Quran Tafsir Surah Al-Baqarah, (Serambi: Serambi Ilmu Semesta, 2001),
hlm. 186
[24] Danial Zainal Abidin, Al-Qur’an
for Life Excellence, (Jakarta: Penerbit Hikmah, 2007), hlm. 31
[25] Muhammad Taqi Mishbah Yazid, 22
Nasihat Abadi Penghalus Budi, (Jakarta: Penerbit Citra, 2012), hlm.53
Langganan:
Postingan (Atom)
pecinta hollywood